Catatan Perjalanan :

Keliling Setengah Amerika

 

26.   Hujan Di Sepanjang Pegunungan Adirondack

 

Memasuki Vermont pagi itu kami langsung berada di jalan Interstate 89. Setelah berjalan sejauh 6 km, lalu mengambil exit berpindah ke jalan Highway 4. Lalu lintas masih belum ramai dan kami pun berjalan agak santai dengan kecepatan sedang-sedang saja. Saya akan terus mengikuti Highway 4 ini hingga kota Rutland dan selanjutnya nanti akan kembali memasuki wilayah negara bagian New York bagian utara.

 

Hari itu, Minggu, 9 Juli 2000, saya merencanakan akan menempuh perjalanan cukup panjang menuju kota Niagara Falls di ujung barat laut negara bagian New York. Jarak yang akan saya tempuh adalah 482 mil (sekitar 771 km) dengan melalui rute jalan yang membelah pegunungan Adirondack. 

 

Belum jauh menyusuri Highway 4, kami sampai di Taman Nasional Quechee di dekat kota kecil yang juga bernama Quechee. Kami melewati sebuah jembatan yang membentang di atas ngarai yang curam di ketinggian 50 m di atas sungai Ottauquechee. Dari jembatan ini tampak pemandangan alam terbuka yang cukup menawan di areal perbukitan dan pedesaan Vermont. Melintasi jalan beraspal mulus dua lajur dua arah yang membelah hutan Quechee ini memang terasa sejuk dan berkesan teduh, meskipun sebenarnya hari masih agak pagi dan belum terlalu panas. 

 

Kami terus saja melaju di Highway 4 karena memang tidak ada rencana untuk mengeksplorasi lebih jauh daerah ini. Kemudian kami tiba di kota kecil Woodstock yang berelevasi sekitar 215 m di atas permukaan laut. Kota yang hanya berpopulasi sekitar 1.000 orang ini memang tergolong kota tua yang tenang dan banyak menyimpan bangunan bersejarah.

 

Saat musim dingin, kota peristirahatan ini banyak dikunjungi orang sebagai lokasi berolahraga ski. Selanjutnya kami melewati jalur pegunungan yang enak dilalui, jalur yang sepi dengan pemandangan alam yang tidak membosankan.

 

Akhirnya kami sampai di kota Rutland yang terkenal dengan industri pertambangan (quarry) maupun pengolahan marmer, sehingga kota ini dikenal juga sebagai “Marble City” atau kota marmer. Kota yang berpenghuni sekitar 18.200 jiwa dan terletak di ketinggian 170 m di atas permukaan laut ini memang terletak di wilayah yang dikelilingi pegunungan. Sehingga menciptakan suasana kota yang berkesan damai dan nyaman khas pegunungan.

 

Menjelang keluar dari kota Rutland, anak laki-laki saya mengeluh kepalanya pusing. Wah, saya mulai khawatir jangan-jangan mabuk kendaraan karena tadi melewati rute pegunungan yang cukup berkelok-kelok. Tapi ngomongnya kok sambil cengengesan. Barulah saya paham. Ini memang trick anak saya.

 

Terbukti kemudian keluhannya dilanjutkan : “baru bisa sembuh kalau diobati es krim …..”. Weleh….. weleh….., terpaksa mampir dulu di stasiun pompa bensin mengantarkan anak membeli es krim, obat yang dimauin itu tadi, sambil sekalian menambah BBM.

 

Dalam hal-hal semacam ini, terkadang kami orangtuanya perlu mengalah. Ya, inilah salah satu langkah kompromis yang sudah kami antisipasi sebelumnya dalam menghadapi tingkah anak-anak. Kami sepakat, hal semacam ini jangan ditolak, karena akan sangat membantu menetralisir rasa bosan yang mulai muncul akibat berkendaraan terus-menerus beberapa hari ini. Guyon tapi seriusnya anak-anak ini sangat lebih baik daripada kalau tiba-tiba uring-uringan tidak jelas apa maunya. Lha wong namanya anak-anak ……

 

Sekitar setengah jam meninggalkan kota Rutland, akhirnya kami masuk ke wilayah negara bagian New York. Wilayah New York sebelah utara ini umumnya berupa pegunungan yang tidak padat penduduknya. Kami masih terus mengikuti jalan Highway 4 yang selanjutnya menyambung ke Highway 22 dan 149 hingga tiba di kota Glenns Falls. Sekitar 5 km di utara Glenns Falls ada kota Lake George, sebuah kota kecil yang terletak tepat di ujung selatan Danau George. Sesuai rencana, dari sini kami akan menyusuri pegunungan Adirondack.

 

***

 

Melalui Highway 28 yang melengkung ke utara, kami mulai mendaki mengikuti rute panjang jalur pegunungan Adirondack hingga nantinya turun di kota Rome. Jalur yang kami pilih ini berjarak sekitar 225 km, melewati beberapa kota kecil di puncak-puncak pegunungan serta menerobos beberapa jalan kecil agar tidak terlalu membuang waktu.

 

Saat itu waktu menunjukkan sekitar jam 1:00 siang. Rupanya cuaca sedang kurang bersahabat. Belum lama meninggalkan kota Lake George, hujan mulai turun dan membuat saya harus mengendalikan kecepatan laju kendaraan. Hari Minggu siang itu ternyata lalu lintas cukup ramai. Kelihatannya rute ini banyak menjadi pilihan orang-orang untuk berwisata pegunungan. Namun untungnya arus lalu lintas cukup lancar, sehingga saya tidak khawatir akan kehilangan waktu.

 

Pegunungan Adirondack merupakan sebuah gugusan pegunungan di wilayah New York bagian utara dan membentang di areal seluas lebih dari 2,4 juta ha yang sekitar setengahnya masih merupakan hutan liar. Gunung Marcy (1.6230 m) merupakan yang tertinggi di antara 42 gugusan pegunungan yang rata-rata tingginya di atas 1.200 m. Lebih dari 2.800 danau dan kolam, 1.900 km sungai-sungai dan 48.000 km aliran-aliran air, dijumpai menyebar di seluas bentang alam pegunungan yang sangat luas ini. Di areal yang sama kini terdapat 1.760 km jalan raya dan 190 km jalan kereta api.

 

Nama Adirondack sendiri pertama kali digunakan oleh suku Indian Iroquois yang menyebut suku Indian pendahulunya yaitu Algonquin yang suka makan sejenis pohon bark. Karena itu suku Indian Iroquois menyebutnya dengan “ha-de-ron-dah” yang artinya pemakan pohon bark. Pegunungan Adirondack kini menjadi wilayah yang dilindungi dan menjadi tempat rekreasi alam sepanjang tahun. Di beberapa lokasi masih terlihat bekas kebakaran hutan yang pernah terjadi beberapa kali sejak tahun 1899, lalu 1903 dan kemudian 1908, serta pernah dilanda angin topan pada tahun 1950.

 

Taman Pegunungan Adirondack yang pertama kali dibentuk tahun 1882 ini kira-kira berdiameter 200 km dan mempunyai struktur geologi yang sangat kompleks. Hampir semua batuan di daerah ini berupa batuan metamorf dengan tiga tipe batuan : metasedimen, metavulkanik dan metaplutonik. New York State Geological Survey menyebut bahwa pegunungan Adirondack ini sebenarnya pegunungan muda tetapi terbentuk dari batuan-batuan tua, yang terjadi pada jaman Proterozoikum Tengah dan Akhir. Meski demikian, masih banyak hal dari geologi daerah ini yang belum terungkap.

 

***

 

Cuaca masih saja hujan saat kami tiba di kota-kota kecil di jalur pegunungan ini. Ada beberapa kota kecil yang terlihat banyak dikunjungi orang di antaranya kota North Creek, Indian Lake, Blue Mountain Lake, Raquette Lake, Eagle Bay dan Old Forge. Ketika berada di penggal jalan antara kota Blue Mountain Lake dan Raquette Lake kami sempat berhenti sejenak ketika rute yang kami lalui menyusuri beberapa pinggiran danau, diantaranya danau Blue Mountain, Eagle, Utowana dan Raquette.

 

Di saat hujan seperti itu ternyata masih banyak warga yang berwisata perahu dan memancing. Di sepanjang rute ini kami memang banyak bertemu dengan kendaraan yang menggandeng trailer kecil bermuatan perahu.

 

Kalau saja tidak turun hujan, saat itu kami sebenarnya sedang berada di daerah yang berpemandangan cukup indah, berada di tepian beberapa danau dengan latar belakang pegunungan Adirondack. Di daerah inilah semula kami merencanakan untuk beristirahat dan menikmati alam pegunungan berdanau yang tentu saja agak berbeda dengan daerah pegunungan di tempat-tempat lain yang pernah kami kunjungi. Namun karena hujan tidak juga reda akhirnya kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Kalaupun berhenti, paling-paling hanya dapat berdiam di dalam mobil saja.

 

Akhirnya sekitar jam 4:00 sore kami tiba di kota Rome. Hujan sudah mereda sejak sebelum tiba di kota Rome tadi. Kami lalu masuk ke jalan bebas hambatan Interstate 90 yang juga merupakan jalan toll New York State Thruway yang membentang arah timur-barat. Kurang dari satu jam kemudian kami tiba di kota Syracuse.

 

Sejak sebelum melakukan perjalanan panjang ini, sebenarnya saya merencanakan setelah tiba di Syracuse akan berbelok ke selatan menuju kota Ithaca di dekat ujung selatan danau Cayuga. Di sana tinggal mbak Rinta Gillert (alumni Geologi) dan keluarganya. Di sana pula saya ingin melihat lebih dekat kampus Cornell University yang terkenal itu. Namun sayangnya, di saat yang sama mbak Rinta akan berlibur ke Indonesia dan ke beberapa negara Asia bersama keluarganya.

 

Rencana untuk singgah di kota pelajar Ithaca lalu saya ubah. Sebagai gantinya saya akan mampir mengunjungi keluarga bekas teman kerja di Tembagapura yang kini kembali ke kampungnya di kota Baldwinsville, sekitar 15 km barat laut Syracuse. Kami diterima dengan sangat ramah oleh istri teman saya yang asal Manado, sedangkan teman saya sendiri sedang berada di luar kota. Bahkan keluarga dari adik teman saya itu juga turut menyambut kedatangan kami.

 

Seperti sudah paham tentang kultur Indonesia, di tengah keluarga adik teman saya itu saya justru tidak menemukan keramahan Amerika. Silaturrahmi itu terasa lebih bersuasana ke-indonesia-indonesia-an. Warna keramah-tamahan yang jelas berbeda dari warna budaya Amerika. Anak-anak saya pun dapat cepat beradaptasi dengan anak-anak dari adik teman saya yang kebetulan sebaya. Saya berprasangka, jangan-jangan keluarga adik teman saya ini sebelumnya sudah di-briefing tentang kultur Indonesia oleh keluarga teman saya yang bernama Bob dan Ika Golden.

 

Menjelang jam 8:00 malam yang sebenarnya matahari belum tenggelam sehingga hari masih cukup terang, kami melanjutkan perjalanan ke barat menuju ke kota Buffalo lalu ke Niagara Falls. Niagara Falls adalah kota tujuan kami hari itu. Menjelang jam 10:00 malam kami sampai di kota Niagara Falls yang malam itu masih tampak basah oleh bekas hujan, sebagaimana hujan turun di sepanjang perjalanan kami selepas dari Baldwinsville tadi. Kami langsung menuju ke hotel yang sudah kami pesan sebelumnya dan kami rencanakan dua malam akan berada di kota ini.- (Bersambung)

 

 

Yusuf Iskandar

 

[Sebelumnya][Kembali][Berikutnya]